Pernahkah kau berpikir bagaimana perasaan orang yang
telah kau khianati?
Pernahkah kau berpikir bagaimana rasanya menjaga
hati yang terus-terusan kau sakiti?
Pernahkah sekali saja kau mengerti bahwa aku yang
sebaik-baiknya mencintai?
Mengertilah,
aku ini manusia yang suatu saat bisa saja tak menerimamu kembali. Tetapi sepertinya kau
memang tak pernah berpikir seperti itu, karena kau tahu seberapa keras kau menyakitiku,
aku tak pernah menutup pintu rumah untukmu.
Hari itu,
hati yang sekian lama kugenggam, tangannya dengan tidak merasa bersalah
menggenggam hati perempuan lain. Bahu yang dulu aku agung-agungkan kini menjadi tempat ternyaman bagi perempuan
lain. Peluk yang dulu begitu menghangatkan, kini menjadi tempat yang paling
dingin.
Kau mengkhianati
cinta yang kita bangun selama ini. Tetapi dengan bodohnya, aku tak pernah bisa
berkata tak ingin memilikimu lagi.
Sebuah pembelaan
dengan mengatasnamakan “Teman” ketika kalian ketahuan jalan berdua, video call
setiap malam atau sekadar menikmati secangkir kopi di cafe yang menenangkan. Halah
persetan! Teman macam apa seperti itu?! Coba berpikir, dulu kita ini siapa? Kita
pun dulu hanyalah teman dan sekarang kita bisa sampai pada langkah seperti ini.
Hari ini,
dia yang kau bilang hanya teman resmi menjadi kekasihmu yang pada saat ini juga
aku masih menjadi perempuanmu. Seegoiskah kau itu? Mengapa mencintaimu harus
sesakit ini? aku hanya ingin menjadi satu-satunya, bukan salah satunya.
Jika memang
sudah tak bisa mencintai, mengapa harus melukai?
Kau seharusnya
bicara sejak awal jika hubungan kita sudah tidak bisa diselamatkan, jadi aku
tak perlu berusaha keras untuk menyelamatkannya. Selama ini aku percaya, tetapi
kepercayaanku kau perdaya.
Untuk perempuanmu itu, selamat. Dia telah memenangkanmu, meski aku yang selalu berusaha menenangkanmu, menjadi
yang terbaik untukmu, tetap saja aku kalah telak.
Rebahkanlah kekagumanmu
di dadanya, jika suatu saat kau menyadari bahwa aku yang sebaik-baiknya
mencintai, jangan kembali. Maaf, tidak ada toleransi. Ini terakhir kalinya
hatiku kau lukai.