Rabu, 03 April 2019

aku kalah telak


Pernahkah kau berpikir bagaimana perasaan orang yang telah kau khianati?
Pernahkah kau berpikir bagaimana rasanya menjaga hati yang terus-terusan kau sakiti?
Pernahkah sekali saja kau mengerti bahwa aku yang sebaik-baiknya mencintai?
Mengertilah, aku ini manusia yang suatu saat bisa saja tak menerimamu kembali. Tetapi sepertinya kau memang tak pernah berpikir seperti itu, karena kau tahu seberapa keras kau menyakitiku, aku tak pernah menutup pintu rumah untukmu.

Hari itu, hati yang sekian lama kugenggam, tangannya dengan tidak merasa bersalah menggenggam hati perempuan lain. Bahu yang dulu aku agung-agungkan  kini menjadi tempat ternyaman bagi perempuan lain. Peluk yang dulu begitu menghangatkan, kini menjadi tempat yang paling dingin.
Kau mengkhianati cinta yang kita bangun selama ini. Tetapi dengan bodohnya, aku tak pernah bisa berkata tak ingin memilikimu lagi.

Sebuah pembelaan dengan mengatasnamakan “Teman” ketika kalian ketahuan jalan berdua, video call setiap malam atau sekadar menikmati secangkir kopi di cafe yang menenangkan. Halah persetan! Teman macam apa seperti itu?! Coba berpikir, dulu kita ini siapa? Kita pun dulu hanyalah teman dan sekarang kita bisa sampai pada langkah seperti ini.

Hari ini, dia yang kau bilang hanya teman resmi menjadi kekasihmu yang pada saat ini juga aku masih menjadi perempuanmu. Seegoiskah kau itu? Mengapa mencintaimu harus sesakit ini? aku hanya ingin menjadi satu-satunya, bukan salah satunya.
Jika memang sudah tak bisa mencintai, mengapa harus melukai?
Kau seharusnya bicara sejak awal jika hubungan kita sudah tidak bisa diselamatkan, jadi aku tak perlu berusaha keras untuk menyelamatkannya. Selama ini aku percaya, tetapi kepercayaanku kau perdaya.

Untuk perempuanmu itu, selamat. Dia telah memenangkanmu, meski aku yang selalu berusaha  menenangkanmu, menjadi yang terbaik untukmu, tetap saja aku kalah telak.
Rebahkanlah kekagumanmu di dadanya, jika suatu saat kau menyadari bahwa aku yang sebaik-baiknya mencintai, jangan kembali. Maaf, tidak ada toleransi. Ini terakhir kalinya hatiku kau lukai.


1 komentar: