Rabu, 13 Maret 2019

kita hanya teman


Sejak perkenalan Desember 2016 lalu, aku sudah yakin bahwa aku akan jatuh hati kepadamu. Dengan sepasang bola mata yang membuatku ingin lebih lama menatap. Segala isi pemikiran yang begitu mengagumkan yang membuatku ingin menetap. Setiap kali aku melihat jari-jarimu rasanya sangat pas jika dipasangkan dengan jari-jariku. Kesederhanaan yang ingin aku lengkapi meski ku tahu  kau bisa lebih dari itu.

Aku ingin melengkapimu. mengisi kekosongan pada setiap jeda dan spasimu, menjadi tempatmu menyembuhkan segala luka, dan memberimu tempat ternyaman untuk segala keluh kesah. Tetapi semestinya aku sadar, kamu adalah laki-laki, yang pipinya tak pernah basah atas cucuran air mata untuk kukeringkan.

Terbuat dari apa sepasang bola matamu? Mengapa menatapmu rasanya begitu menenangkan? Apakah di sana terdapat telaga, atau sebuah senja yang memanjakan mata?
Berulang kali aku ingin menyampaikan perasaan yang selama ini tak mampu ku utarakan. Berulang kali aku ingin menyuarakan rindu-rindu yang tak mungkin ku sampaikan.

“kau rindu siapa?! Ha?! Sudahlah. Kalian, hanya teman! BUKAN PASANGAN” begitulah logikaku meneriaki perasaanku. Beberapa pendapat orang lain mengatakan “jika memang benar cinta, katakan saja. Toh, perempuan maupun laki-laki sama saja, memiliki perasaan”. Tidak, bagiku. Seorang perempuan tidak seharusnya mengungkapkan rasa cinta kepada lawan jenisnya. Perihal hati, seorang perempuan hanya bisa menanti meski sangat ingin memiliki.

Kita, biarlah begini saja. Menjadi teman asal tetap bersama. Karena aku tak pernah berani untuk benar-benar berjalan menghampirimu. Aku terlalu takut jika harus mengorbankan pertemanan kita hanya demi keegoisanku. untuk apa jika segala usahaku menggapaimu bukan membuatmu semakin dekat tetapi malah membuatmu menjauh. Aku di dekatmu merasa aman, kita sudah saling merasa nyaman, tetapi kita hanya teman dalam sebuah hubungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar